Diberdayakan oleh Blogger.

RSS

Makalah Konsep Kebudayaan Dalam Islam

BAB I
PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang

Kebudayaan merupakan  segala sesuatu yang diciptakan oleh umat manusia dan sebagai keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakan dengan belajar beserta keseluruhan dari hasil budi dan karyanya itu. (koentjaraningrat). Kebudayaan itu meleket dengan diri manusia, artinya manusia yang menciptakan kebudayaan. Sejak zaman dahulu hingga sekarang.
Allah mengangkat seorang Rasul dari jenis manusia, karena yang akan menjadi sasaran bimbinganya adalah umat manusia. Misinya yaitu memberikan bimbingan kepada umat manusia agar dalam mengembangkan kebudayaanya tidak melepaskan diri dari nilai-nilai ketuhanan. Sebagaimana sabdanya yang berarti: “Sesungguhnya aku diutus Allah untuk menyempurnakan akhlak”. Dalam mengawali tugasnya nabi meletakan dasar-dasar kebudayaan Islam yang kemudian berkembang menjadi peradaban Islam. Dakwah Islam terjadi dalam proses yang panjang dan rumit karena terjadi asimilasi budaya-budaya setempat dengan nilai-nilai Islam yang kemudian menghasilkan kebudayaan Islam. Kebudayaan ini berkembang menjadi suatu peradaban yang diakui kebenaranya secara universal.
Untuk mengetahui perkembangan kebudayaan Islam menjadi sebuah peradaban maka kami akan membahasnya di makalah ini.

B.        RUMUSAN MASALAH
  1. Bagaimana penjelasan mengenai konsep kebudayaan dalam Islam dan sejarah peradabanya?
  2. Apakah kebudayaan menurut para ahli itu?
  3. Prinsip-prinsip apa saja yang ada dalam kebudayaan Islam ?
  4. Bagaimana sikap Islam terhadap kebudayaan ?

C.       TUJUAN
  1. Memahami mengenai konsep kebudayaan dalam Islam
  2. Mengetahui prinsip-prinsip yang ada dalam Islam
  3. Mengetahui sikap Islam terhadap kebudayaa


BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep  Kebudayaan dalam Islam

J. Verkuyl mengatakan bahwa kebudayan berasal dari bahasa Sanksekerta, yakni budaya, bentuk jamak dari budi yang berarti roh atau akal. Kata “kebudayaan” berarti segala sesuatu yang diciptakan oleh manusia.
Kebudayaan menurut para ahli
  1. E.B. Taylor, mendefinisikan kebudayaan sebagai keseluruhan kompleks yang di dalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kemampuan yang lain, serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
  2. R. Lintonn, mendefinisikan kebudayaan sebagai konfigurasi tingkah laku yang dipelajari dari hasil tingkah laku yang unsur-unsur pembentuknya didukung dan diteruskan oleh anggota dari masyarakat tertentu.
  3. S.T. Alisahbana, mendifinisikan kebudayaan adalah manisfestasi suatu bangsa.
  4. Dr.M. Hatta, mendefinisikan kebudayaan adalah ciptaan hidup suatu bangsa.
  5. Prof.Dr.Koentjaraningrat, mendefinisikan kebudayaan adalah keseluruhan manusia dari kelakuan dan hasil kelakuan yang teratur oleh tata kelakuan yang harus didapatkan dengan belajar dan yang semuanya tersusun dalamkehidupan masyarakat.
(Munthoha dkk, 1998: 8)
Dengan kata lain bisa dikatakan bahwa kebudayaan melekat dengan diri manusia, artinya akan kebudayaan. Kebudayaan itu lahir bersama dengan kelahiran manusia itu sendiri. (Tim Depag RI, 2004: 165).
Secara umum kebudayaan dapat dipahami  sebagai hasil olah akal, berupa:
  1. Cipta   : kerinduan manusia untuk mengetahui rahasia hal yang ada dalam pengalamannya secara lahir dan batin. Hasil cipta berupa berbagai ilmu pengetahuan.
  2. Karsa  : kerinduan manusia untuk menyadari tentang asal-usul manusia sebelum lahir dan ke mana manusia sesudah mati. Hasilnya berupa norma-norma dan kepercayaan. Kemudian timbul bermacam-macam agama karena kesimpulan manusia juga bemacam-macam.
  3. Rasa    : kerinduan manusia akan keindahan sehingga menimbulkan dorongan untuk menikmatinya. Manusia pada dasarnya selalu merindukan keindahan dan menolak keburukan atau kejelekan.

Hasil budaya manusia dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
  1. Kebudayan jasmaniyah (kebudayaan fisik) seperti benda-benda ciptaan manusia, misalnya alat perlengkapan hidup.
  2. Kebudayaan rohaniah (non material) yaitu hasil ciptaan yang tidak dapat dilihat dan diraba, seperti agama, ilmu pengetahuan, bahasa dan seni. (Muntoha dkk, 1998:24)
Kebudayaan adalah milik khas manusia, bukan ciptan binatang ataupun tanaman yang tidak mempunyai akal budi. Binatang memang mempunyai tingkah laku tertentu menurut naluri bawaannya yang berguna untuk memelihara kelangsungan hidupnya, tetapi binatang tidak mempunyai kebudayaan. (Faisal Ismail, 1997:24). Al-Quran memandang kebudayaan sebagai suatu proses dan meletakkan kebudayaan sebagai eksistensi hidup manusia. Ia tidak mungkin lepas dari nilai-nilai kemanusiaan, tapi bisa jadi lepas dari nilai-nilai ketuhanan.
Dalam perkembangan kebudayaan perlu bimbingan wahyu dan aturan-aturan yang mengikat agar tidak terperangkap oleh ambisi yang bersumber dari nafsu hewani dan berdampak merugikan diri sendiri. Dalam hal ini agama berfungsi sebagai pembimbing manusia dan mengembangkan akal budinya sehingga menghasilkan kebudayaan yang beradab atau peradaban Islam.
Hasil perkembangan kebudayaan yang dilandasi oleh nilai-niai ketuhanan disebut dengan kebudayaan Islam, dimana fungsi agama akan berperan semakin jelas. Ketika perkembangan dan dinamika kehidupan umat manusia mengalami kebekuan karena keterbatasan kemampuan dalam memecahkan persoalan hidup. Kondisi semacam ini dipandang perlu unruk menggunakan bimbingan wahyu.
Kebudayaan akan terus berkembang, tidak akan berhenti selama masih ada kehidupan manusia. Segala sesuatu yang berkaitan dengan aktivitas dan kreativitas manusia baik dalam konteks hubungan dengan sesama maupun dengan alam lingkungannya, akan selalu berkaitan. Hal ini berarti manusia sebagai makhluk budaya dan makhluk sosial tidak akan pernah berhenti dari aktivitasnya dan tidak bisa hidup tanpa bantuan dari orang lain. Kebudayan akan berhenti ketika manusia sudah tidak lagi menggunakan akal budinya. ( Tim Depag RI, 2004 : 166 )

B. Prinsip-Prinsip Kebudayaan Islam

Kebudayaan Islam bukan kebudayaan yang diciptakan oleh orang Islam, tetapi kebudayaan yang bersumber dari ajaran Islam atau kebudayaan yang bersifat Islami.
Prinsip-prinsip kebudayaan dalam Islam merujuk pada sumber ajaran Islam yaitu:
1.      Menghormati akal. Manusia dengan akalnya bisa membangun kebudayaan baru. Kebudayaan Islam tidak akan menampilkan hal-hal yang dapat merusak manusia. dijelaskan dalam Qs, Ali-Imran, 3:190 yang artinya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang yang berakal”.
  1. Memotivasi untuk menuntut dan mengembangkan ilmu. Firman Allah Swt :”Allah akan mengangkat (derajad) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang berilmu beberapa derajad” (Qs, aL-Mujadalah, 58:11).
  2. Menghindari taklid buta. Kebudayaan Islam hendaknya mengantarkan umat manusia untuk tidak menerima sesuatu sebelum diteliti. Sebagaimana telah difirmankan Allah Swt: “Dan janganlah kamu mengikuti dari sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani semua itu akan dimintai pertanggungjawaban” (QS, al-Isra, 17:36).
  3. Tidak membuat pengrusakan. Firman Allah Swt: “Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan” (Qs, al-Qhasash, 28:77).
Islam membagi kebudayaan menjadi tiga macam :
1.      Kebudayaa yang tidak bertentangan dengan Islam. Dalam kaidah fiqih disebutkan : “al-Adatu-muhakkamatun” artinya bahwa adat istiadat dan kebiasaan suatu masyarakat, yang merupakan bagian dari budaya manusia, mempunyai pengaruh di dalam penentuan hukum. Tetapi yang perlu dicatat, bahwa kaidah tersebut hanya berlaku pada hal-hal yang belum ada ketentuannya dalam syariat Islam.
2.      Kebudayaan yang sebagian unsurnya bertentangan dengan Islam, kemudian direkonstruksi sehingga menjadi kebudayaan Islami.
3.      Kebudayaan yang bertentangan dengan Islam. Seperti, budaya Ngaben yang dilakukan oleh masyarakat Bali. Yaitu upacara pembakaran mayat yang diselenggarakan dalam suasana yang meriah dan gegap gempita, dan secara besar-besaran. Umat Islam tidak boleh mengikutinya bahkam Islam melarangnya karena kebudayaan seperti itu merupakan kebudayaan yang tidak mengarah kepada kemajuan adab, dan persatuan, serta tidak mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia, sebaliknya justru merupakan kebudayaan yang menurunkan derajat kemanusiaan. Karena mengandung ajaran yang menghambur-hamburkan harta untuk hal-hal yang tidak bermanfaat dan menghinakan manusia yang sudah meninggal dunia (Ahmadzain, 2006/12/08).

C.    Sejarah Intelektual Islam

Pada masa awal perkembangan Islam, sistem pendidikan dan pemikiran yang sistematis belum terselenggara karena ajaran Islam tidak diturunkan sekaligus. Namun ayat Al-Quran yang pertama kali turun dengan jelas meletakkan fondasi yang kokoh atas pengembangan ilmu dan pemikiran dalam Islam. Sejarah intelektual Islam dapat dikelompokkan menjadi tiga masa :
  1. Masa Klasik, yang terjadi antara tahun 650-1250 M.
Pada masa ini kemajuan umat Islam dimulai sejak dilakukannya ekspansi oleh dinasti Ummayah. Ekspansi ini menimbulkan pertemuan dan persatuan berbagai bangsa, suku dan bahasa, yang menimbulkan kebudayaan dan peradaban yang baru.

2.      Dalam bidang hukum Islam, muncul ulama mazhab seperti Imam Hanafi, Imam Syafi’i, dan Imam Malik.
3.      Dalam bidang filsafat, muncul AL-Kindi (801), sebagai filosof Arab pertama, yang berharap agar kaum muslimin menerima filsafat sebagai bagian kebudayaan Islam, sebab filsafat tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Al-Razi (865) dan al-Farabi (870), mereka dikenal sebagai pembangun utama sistem filsafat dalam Islam. Ibnu Miskawaih (930) merupakan pemikir terkenal tentang pendidikan akhlak, karyanya yang terkenal adalah Tahdzib al-Akhlaq. Tahun 1037 muncul Ibnu Sina, Ibnu Bajjah pada tahun 1138, Ibnu Thufail pada tahun 1147, dan Ibnu Rusyd pada tahun 1126. Pada masa klasik seorang raja dynasty abbasyah, yaitu al-Ma’mun (813-833) terkenal sebagai raja yang cendekiawan, karena perhatiannya terhadap ilmu pengetahuan sangat besar. Selain itu dinasti Umayyah di Spanyol yang didirikan Abdurrahman, yang lolos dari kejaran Bani Abbasiyah pada tahun 750 M. mendirikan pusat pemerintahan di Cordova, masjid, universitas, dan perpustakaan yang berisi ribuan buku sebagai pusat pengembangan budaya islam.
4.      Di Mesir seorang Jenderal kekhalifahan Fathimiyah yang bernama Jasuhar as-Saqili, mendirikan masjid al-Azhar di Cairo pada tahun 972 M, yang kemudian menjadi Universitas al-Azhar. Disamping itu didirikan juga Darul Hikmah sebagai pusat kegiatan pengembangan ilmu pengetahuan. (Sudrajat Ajat, 2008:228)
5.      Masa Pertengahan (1250-1800)
    1. Kemajuan dan Kemunduran Khilafah Abbasiyah
Kamajuan dalam hal ini mengalami kemajuan ilmu pengetahuan yang sangat pesat karena beberapa faktor seperti:
  1. Faktor Politik
    1. Pindahnya ibu kota negara dari syam ke Irak dan Baghdad. Baghdad pada masa itu merupakan kotayang paling tinggi kebudayaannya.
    2. Banyaknya cendekiawan yang diangkat menjadi pegawai pemerintah dan istana.
    3. Faktor Sosiografi
      1. Meningkatkan kemakmuran umat islam pada waktu itu.
      2. Luasnya wilayah kekuasan islam menyababkan banyak orang Persia dan Romawi yang masuk islam kemudian menjadi muslim yang taat. Hal ini menyebabkan perkawinan campuran yang melahirkan keturunan yang tumbuh memadukan kebudayaan yang berbeda.
      3. Aktivitas Ilmiah
        1. Penyusunan buku-buku ilmiah, berjalan melalui tiga fase yaitu pertama adalah pencatatan pemikiran atau hadis atau hal-hal lain pada kertas kemudian dirangkap. Kedua pembukuan dan yang ketiga penyusunan dan pengaturan kembali buku.
        2. Penerjemahan merupakan aktivitas yang paling besar peranannya dalam mentrasfer ilmu pengetahuan yang berasal dari buku-buku bahasa asing ke dalam bahasa Arab.
        3. Setelah penerjemahan dilakukan penjelasan dan pengeditan.
        4. Kemajuan Ilmu Pengetahuan
Kemajuan ilmu agama yaitu ilmu tafsir, ilmu hadis, ilmu kalam dan ilmu fikih, serta kamajuan ilmu umum.
(Munthoha dkk, 1998:36)
  1. Kemunduran
Islam mengalami masa kemunduran karena filsafat mulai dijauhkan dari umat Islam. Filsafat oleh sebagian ulama dianggap sebagai penyebab pendangkalan dalam islam.akibat menjauhnya umat Islam dari filsafat timbul kecenderungan akal yang dipertentangkan dengan wahyu, iman dengan ilmu, dunia dengan akhirat. Awal kemunduran ilmu pengetahuan dan filsafat dalam Islam yaitu adanya perdebatan di kalangan para filosof muslim, juga terjadi terjadi perdebatan diantara fuqoha (ahli fiqih) dengan para teolog (ahli ilmu kalam). Pemikiran yang berkembang saat itu adalah pemikiran dikotomis yang membedakan agama dengan ilmu, dan urusan dunia dengan akhirat. (Sudrajat Ajat, 2008:229)
  1. Masa Modern
Periode ini merupakan masa kebangkitan umat Islam. Mereka menyadari ketertinggalannya dengan barat. Ini disebabkan karena umat Islam meninggalkan tradisi klasik, yang kemudian diadopsi dan dikembangkan oleh barat.
Para penguasa, ulama dan intelektual muslim mulai mencari jalan untuk mengembalikan umat Islam ke zaman kejayaan yaitu dengan cara:
  1. Memurnikan ajaran Islam dari unsur-unsur yang menjadi penyebab kemunduran umat Islam.
  2. Menyerap pengetahuan barat untuk mengimbangi pengetahuan mereka.
  3. Melepaskan diri dari penjajahan bangsa barat.
Dalam prakteknya tidak semua alternative diterima oleh umat Islam. Karena dari sisi pemikiran, realitas yang terjadi adalah umat Islam cenderung menjadi imitator, bahkan aplikator model barat. Di samping itu dalam konteks pembangunan social politik dan ekonomi Negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam tidak bisa lepas dari konteks makro yaitu barat sebagai decisiom maker nya dan yahudi sebagai pengendalinya. Namun upaya untuk maju akan terus dilakukan oleh umat Islam.

D.    Masjid sebagai Pusat Peradaban Islam

Secara etimologi, masjid adalah tempat untuk sujud. Secara terminologi, masjid diartikan sebagai tempat khusus untuk melakukan aktivitas ibadah dalam arti luas (Muhaimin dan Abdul Mujib, 1993:295).
Pada umumnya, masjid dipahami oleh masyarakat sebagai tempat ibadah khusus, seperti sholat. Padahal, masjid di jaman Nabi Muhammad saw berfungsi sebagai pusat peradaban. Oleh sebab itu, masjid oleh umat Islam dijadikan sebagai simbol persatuan umat. Sejak Nabi Muhammad saw mendirikan masjid pertama kali, fungsi masjid masih orisinil kokoh sebagai pusat peribadatan dan peradaban.
Menurut Athiyah al-Abrasyi, umat Islam telah memanfaatkan masjid untuk tempat ibadah dan sebagai lembaga pendidikan dan pengetahuan Islam dan pendidikan keagamaan, di mana dipelajari kaidah-kaidah Islam, hukum-hukum agama, sebagai tempat pengadilan, sebagai tempat pertemuan bagi pemimpin-pemimpin militer, dan bahkan sebagai istana tempat menerima duta asing. Pendek kata masjid dijadikan sebagai pusat kerohanian dan sosial politik. (Athiyah al-Abrasyi, 1984:58).
Namun, kondisi masjid-masjid saat ini sudah sangat berbeda. Fungsi masjid mulai menyempit, orang banyak menggunakan masjid hanya untuk ibadah-ibadah ritual semata. Fungsi masjid dapat lebih efektif jika di dalamnya disediakan fasilitas-fasilitas yang diperlukan, seperti :
  1. Perpustakaan, yang menyediakan berbagai buku bacaan dengan berbagi disiplin ilmu.
  2. Ruang diskusi, yang digunakan untuk berdiskusi sebelum atau sesudah sholat berjama’ah.
  3. Ruamg kuliah, yang bisa juga digunakan untuk pelatihan-pelatihan remaja masjid
(Muhaimin & Abdul Mujib, 1993:296).
Dilihat dari pertumbuhannya, jumlah masjid di Indonesia dari tahun ke tahun kian bertambah. Tetapi secara jujur diakui bahwa fungsionalisasinya belum optimal. Salah satu jalan untuk memfungsikannya secara maksimal adalah dengan menumbuhkan kesadaran umat akan pentingnya peranan masjid untuk mencerdaskan dan mensejahterakan jama’ahnya. Peran masjid perlu dioptimalkan. Sebab, menurut Islam masjid mempunyai fungsi utama yang bertitik pusat kepada pusat pembinaan umat manusia, yaitu sebagai pusat ibadah ritual dan ibadah sosial (Sudrajat Ajat, 2008:232).

BAB III
KESIMPULAN

Kebudayaan tidak diperoleh manusia sebagai warisan atau generatif (biologis), namun hanya mungkin diperoleh dengan belajar dari masyarakat. Tanpa masyarakat manusia akan mengalami kesulitan dalam membentuk budaya. Sebaliknya, tanpa budaya manusia tidak dapat mempertahankan kehidupannya. Justru dengan adanya kebudayaan dapat digunakan untuk membedakan manusia dengan hewan.
Hasil perkembangan kebudayaan dilandasi oleh nilai-nilai ketuhanan yang disebut dengan kebudayaan Islam, di mana fungsi agama akan berperan semakin jelas. Kebudayaan tersebut berkembang menjadi sebuah peradaban islam sampai sekarang.


DAFTAR PUSTAKA

Sudrajat, Ajat dkk. 2009. Din Al-Islam Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum. Yogyakarta: UNY Press.
Munthoha dkk. 1998. Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta: UII Press.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar

Jangan Bosan